Perbankan Tanah Air Belum Siap Hadapi Persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN
Ketua Panja Revisi UU Perbankan Komisi XI DPR RI, Gus Irawan Pasaribu, menilai Perbankan tanah air belum siap menghadapi persaingan di Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Ketidaksiapan baik dari suku bunga tidak kompetitif, keragaman produk, dan tidak efisiennya bank menjalankan bisnis.
Suku bunga tinggi ini dianggap tidak relevan dengan rate negara di ASEAN yang hanya 4-5 persen. Sedangkan, bank di Indonesia mengatrol bunga 6-12 persen. "Secara keseluruhan kami anggap masih sangat tidak siap. Peran otoritas mendorongnya," katanya saat pertemuan dengan Pejabat Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Pasar Modal Asuransi, dan Perbankan, Senin (16/3), di Makassar.
Pertemuan tersebut untuk meminta masukan terhadap revisi RUU Perbankan yang kembali bergulir dan dipastikan bisa disahkan tahun ini. Otoritas, katanya, juga harus melakukan "intervensi" pembatasan suku bunga utamanya Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Dengan kondisi tersebut, Gus menilai ide holding perbankan cukup relevan untuk mendorong peran perbankan bersaing menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Ada tiga bank pelat merah yang diusulkan bersatu membentuk holding untuk kerja sama bisnis strategis di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Gus yang juga Wakil Ketua Komisi XI DPR RI menjelaskan, pembahasan RUU memprioritaskan pengurangan bobot kepemilikan asing pada bank dalam negeri. Dia menilai investor asing sudah terlalu bebas memiliki bank di Indonesia.
"Tetapi bank tidak cukup sulit jika ingin ekspansi ke negara mereka," jelasnya. Hanya saja, batas kepemilikan yang diajukan belum final tetapi rencananya hanya 40 persen, kemudian kantor cabang bank asing yang melakukan kegiatan usaha di Indonesia harus berbadan hukum perseroan terbatas. (and) Foto: Andri/Parle/od